Pemilu: Aktif Memilih atau Golput?
Hari ini, Rabu 9 April ajang pesta demokrasi untuk memilih wakil
rakyat yang duduk di kursi DPR, DPD dan DPRD. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono juga telah menetapkan hari Pemilu itu sebagai hari libur
nasional.
Untuk peserta Pemilu, seperti disebutkan dalam www.kpu.go.id,
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 10 parpol peserta Pemilu
2014. Kesepuluh parpol itu sesuai nomor urut dari 1 sampai 10 adalah
Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP), Partai Demokrat, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra),
Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura),
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai
NasDem, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Para calon anggota legislatif yang akan berkompetisi dalam Pemilu
sudah memperkenalkan diri mereka dengan berbagai cara baik lewat alat
peraga kampanye (APK), door to door, blusukan serta tampil di berbagai media.
Untuk meminimalisasi jumlah golongan putih (golput), banyak pihak
yang mengajak kepada masyarakat agar menjadi pemilih aktif. Termasuk
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengeluarkan fatwa haram bagi umat
Islam jika golput.
Ada pihak yang merasa kecewa dengan pemerintah atau parpol kemudian
menyarankan golput. Keputusan golput bagi sebagian pihak bukan tanpa
alasan. Di antara masyarakat ada yang merasa para wakil yang dipilih
tidak menepati janji. Para wakil rakyat dianggap tidak benar-benar
menunaikan janji mereka saat sebelum terpilih seperti mensejahterakan
kehidupan masyarakat. Namun, (banyak) wakil rakyat yang justru hanya
memanfaatkan dan mengatasnamakan rakyat untuk memperkaya diri.
Prof Dr Anwar Arifin dalam bukunya Komunikasi Politik, Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, mengupas
soal perilaku pemilih dan golput. Orang-orang yang tidak memberikan
suaranya, di Indonesia dikenal dengan sebutan golongan putih atau
golput. Anwar Arifin menyebutkan orang-orang yang sengaja tidak mau
datang memberikan suaranya dalam pemilihan umum yang merupakan sebuah
tindakan politik atau perilaku politik, dalam paradigma mekanistis
komunikasi politik tentu merupakan efek yang sangat negatif.
Lantas, bagaimana sebaiknya sikap masyarakat dalam menghadapi pemilu?
Pilih aktif atau golput? Terlepas dari pro dan kontra soal aktif
memilih dan golput, penulis melihat saat ini masyarakat sudah semakin
cerdas dalam menentukan pilihan. Menurut hemat penulis, tidak ada
kelirunya masyarakat aktif memilih. Bagaimanapun satu suara dari
masyarakat sangatlah penting. Tentunya, ketika akan memilih harus dengan
pertimbangan matang. Jangan sampai seperti memilih kucing dalam karung.
Hati-hatilah dalam memilih. Pilihlah calon yang benar-benar sudah
diketahui sepak terjangnya. Paling tidak, minimal calon itu dapat
memimpin dirinya sendiri dan keluarga. Bagi umat Islam jika hendak
memilih bisa juga melakukan Salat Istikharah. Keputusan memberikan suara
itu dengan diiringi harapan agar terpilih wakil rakyat yang benar-benar
merakyat dan bertanggung jawab.
Apabila memang terpaksa ataupun tidak terpaksa ternyata harus memilih
golput maka supaya tetap bersikap bijaksana. Jangan sampai ketika
memutuskan tidak memilih kemudian suatu saat menyalahkan orang yang
memilih wakil rakyat tertentu. Selain itu, jangan sampai suara yang
tidak Anda berikan justru menjadikan orang-orang yang kurang kompeten
malah terpilih.
Memberikan suara atau golput adalah hak setiap individu. Mana yang terbaik pertimbangkanlah masak-masak. (Nadhiroh, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Tulisan ini dimuat di Harian Tribun Jogja edisi 9 April 2014
http://dakwah.uin-suka.ac.id/2014/04/pemilu-aktif-memilih-atau-golput/
Komentar
Posting Komentar