Mewaspadai Banjir di Tegal


Musim hujan belum tiba. Beberapa ini di sejumlah tempat baru gerimis-gerimis yang mengguyur. Hujan, bagi sebagian orang sudah dinanti-nanti. Hujan membawa rahmat. Di wilayah-wilayah tertentu turunnya hujan sedang sangat diharapkan. Dampak asap di sejumlah daerah akibat kebakaran hutan membuat mereka begitu mendambakan air hujan. Air hujan juga dapat membantu permasalahan kekurangan air.

Seperti yang disampaikan salah satu Redaktur Radar Tegal, Rochman Gunawan dalam Tajuk di Kolom Ponggol Setan edisi Rabu (25/9) yang berjudul Berjibaku Atasi Karhutla. Rochman kurang lebih mengupas perihal upaya mengatasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di lereng Gunung Slamet. Dia mengatakan setelah kerja keras, saatnya berdoa agar hujan segera turun sehingga api bisa padam dengan tuntas.

Bisa diketahui bersama bahwa hujan sangat dinantikan bagi orang-orang dan kawasan-kawasan tertentu. Namun, kadang bagi sebagian masyarakat kehadiran hujan dianggap membawa masalah. Apalagi, mereka yang tinggal di daerah-daerah yang pernah dilanda banjir.

Tentunya kurang bijak jika kita menyalahkan hujan sebagai penyebab utama banjir.  Penyebab banjir sebenarnya banyak seperti sampah yang menumpuk di sungai atau tempat aliran air, penebangan hutan liar, bendungan jebol, salah sistem tata kelola ruang dan sebagainya. Di antara penyebabnya yaitu akibat ulah tangan manusia. Musibah banjir memang tidak bisa ditebak, tapi sebagai manusia sebaiknya tetap berusaha melakukan pencegahan-pencegahan. Sehingga, diharapkan akan menekan kerugian-kerugian yang ditimbulkan. Apalagi bagi daerah yang rawan banjir, supaya tetap siaga. 

Di sini, penulis mencoba menyoroti dari persoalan sampah. Saat datang ke Tegal, penulis melihat di beberapa titik selokan dan kali banyak menumpuk sampah. Air pun mandeg dan berwarna hitam pekat dan bisa menjadi sarang nyamuk. Bau menyengat mengganggu indera penciuman. Bahkan, di dekat obyek wisata pun, beberapa selokan-selokan air mandeg karena ada sampah-sampah yang menyumbat. Saluran-saluran air yang tidak ada airnya banyak berisi sampah. Barangkali kondisi itu pun terjadi di berbagai wilayah lain di luar Tegal.

Pada bagian lain, selokan, sungai atau kali yang mampet oleh sampah itu sebagian berada sekitar tempat tinggal.  Ada yang di depan rumah, samping dan belakang. Saat ini, karena masih musim kemarau, air pun tidak membeludag.

Awal tahun 2019 lalu ketika teman-teman alumni menggalang bantuan untuk korban banjir di Tegal, saya benar-benar ikut sedih. Siapapun tidak ada yang mengharapkan menjadi korban bencana. 

Seingat penulis, semasa masih duduk di bangku SMA tahun 1994-1997, tidak ada banjir seperti tahun 2019 kemarin. Seperti disebutkan di radartegal.com, edisi 7 Maret 2019, selain karena curah hujan tinggi, banjir juga disebabkan buruknya sistem drainase dan sempitrnya saluran pembuangan. Sempitnya saluran pembuangan salah satunya bisa karena sumbatan-sumbatan sampah.

Banjir membuat orang-orang mengungsi, rumah-rumah terendam, kerugian pun di sana sini, baik materi maupun non materi. Pasca banjir pun banyak yang harus diselesaikan, bersih-bersih, memperbaiki berbagai kerusakan dan masih banyak lagi PR setelah banjir berlalu. Kerugian bisa mencapai miliaran rupiah.

Secara logika, jika saluran-saluran air berisi sampah dan mampet, air yang semestinya mengalir lancar akhirnya tidak bisa mengalir. Air pun membeludag dan menyebabkan banjir. Bendugan atau tanggul yang tidak kuat pun bisa jebol. Apalagi jika curah hujan tinggi dan terus menerus turun.

Masih ada waktu untuk resik-resik kali, selokan, sungai dan sebagainya. Bersih-bersih pun tidak hanya di satu titik saja melainkan dari hulu sampai hilir. Perlu ada pelopor atau pihak-pihak tertentu yang memulai gerakan bersama resik-resik kali. Aksi bersih-bersih juga pernah dilakukan jajaran Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Prajurit TNI AL dan para relawan. Aksi bersih-bersih harus sering di gaungkan mengingat pentingnya menjaga lingkungan. Di sini benar-benar diperlukan aksi nyata. Menjaga lingkungan juga sebagai bentuk kita cinta kepada lingkungan.

Kehadiran aksi bersih-bersih juga harus didukung semakin meningkatnya kesadaran masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan, menjaga kebersihan sungai dan lain-lain. 

Penulis meyakini sudah ada upaya dari pihak pemerintahan dan sebagian masyarakat untuk melakukan langkah-langkah pencegahan banjir. Jajaran pemerintahan sudah mengetahui dan memetakan titik-titik mana yang rawan banjir. Berbagai dinas terkait seperti DLH, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tentu sudah melakukan koordinasi. Upaya-upaya dari dinas misalnya dengan perbaikan drainase, normalisasi kali dan lain-lain. 

Jajaran pemerintahan dengan kekuatan dan kekuasaannya bisa menggerakkan seluruh komponen masyarakat untuk bergotong royong mencegah banjir. Misal pengerukan sungai-sungai yang banyak endapan atau sampah, kerja bakti dan lain-lain. Namun, upaya pemerintah akan bertepuk sebelah tangan jika tidak diiringi kesadaran masyarakat untuk terus menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

Usaha pemerintah tidak akan maksimal jika tidak ada dukungan dari masyarakat. Perlu sinergi dari berbagai lapisan masyarakat. Bersama-sama mengkampanyekan pelestarian lingkungan bersih. Sebagai contoh ada yang memelopori kegiatan bertajuk Tegal Resik-resik Massal. Mulai dari lingkungan rumah, sekolah, kantor dan secara umum melakukan kerjabakti massal. Tentunya melibatkan semua lapisan masyarakat, baik pejabat, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat, Lembaga Swadaya Masayrakat (LSM), pihak perusahaan dan sebagainya. 

Harus terus digelorakan semangat menjaga kebersihan sungai atau kali. Misalnya seperti dibeberapa daerah ada yang memasang papan bertuliskan Wong Becik Kaine Resik, Aku Malu Buang Sampah Sembarangan dan lain-lain.

Penulis menyadari semua perlu proses untuk mencegah banjir. Melalui tulisan ini, penulis berharap semakin banyak aksi nyata bersama untuk mencegah banjir di Tegal dan sekitarnya. (Nadhiroh, S.Sos.I, M.I.Kom, alumnus Pascasarjana Ilmu Komunikasi UNS tinggal di Tegal.)


Tulisan ini dimuat di Halaman Opini Radar Tegal Edisi Rabu-Kamis 8-9 Oktober 2019 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengangkat Derajat Bangsa dengan Membaca

Memaksimalkan Potensi Pantai di Tegal

7 Langkah Menjadi Penulis