Refleksi Hari Santri Memaksimalkan Peran Pesantren Bagi Kesejahteraan Kaum Marhaen
Pesantren
adalah tempat mengaji, tempat santri, tempat belajar agama dan sebagainya.
Itulah jawaban-jawaban yang akan kita peroleh ketika bertanya tentang
pengertian pesantren kepada seseorang. Jawaban-jawaban tersebut tak keliru.
Merujuk
kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) online, pesantren adalah tempat santri atau tempat murid-murid
belajar mengaji dan sebagainya. Pesantren juga disebut pondok.
Di
dalam tulisan ini, penulis lebih menekankan kepada bagaimana memaksimalkan
peran pesantren bagi kesejahteraan kaum marhaen. Di dalam KBBI online, marhaen adalah penyebutan untuk kelompok petani kecil,
buruh kecil, nelayan kecil, dan sebagainya.Nurkholis Madjid dalam bukunya Bilik-bilik Pesantren (tt:93),
mengemukakan pesantren diharapkan dapat berperan menciptakan dukungan sosial
bagi pembangunan yang sedang berjalan.
Seperti
diketahui bersama, pesantren memiliki kontribusi yang besar bagi perjalanan
bangsa ini. Penentuan 22 Oktober sebagai Hari Santri tentunya sudah melalui
proses yang panjang dan pertimbangan sendiri dengan menengok sejarah. Tahun
2017 ini merupakan tahun ketiga peringatan Hari Santri, sejak Presiden Joko
Widodo menandatangani Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang penetapan
22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Kehadiran
pesantren di suatu tempat tentunya diiringi dengan harapan membawa manfaat. Tak
hanya bagi warga pesantren, tapi juga bagi warga sekitar. Apalagi yang
kondisinya masih kekurangan atau belum sejahtera.Masyarakat sekitar pesantren
tentunya tak mau jika kehadiran pesantren di tengah-tengah mereka justru
mengancam keamanan dan kenyamanan.
Penulis
menyadari tidak semua pesantren dalam kondisi finansial bagus atau masuk dalam kategori
mapan. Untuk itu, disini lebih diutamakan bagi pesantren yang sudah mapan atau
keadaan perekonomiannya bagus. Namun, bukan berarti kemudian pesantren yang
belum mapan tidak bisa berkontribusi apapun untuk warga sekitar.
Sebagai
contoh Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) As Salaam, Sukoharjo, Pondok
Gontor, Pondok Al Muayyad Mangkuyudan, Solo dan Pesantren Tebuireng di Jombang,
Jawa Timur.Pondok-pondok itu sepintas dapat di lihat bagaimana perkembangannya
dari jumlah santri-santri mereka.
Bagi
pesantren-pesantren yang sudah tumbuh pesat tentu akan lebih mudah
mengalokasikan anggaran mereka untuk memperhatikan wilayah sekitar. Pemberian
bantuan atau dukungan tidak harus selalu berbentuk bingkisan sembako, makanan,
sandang dan sejenisnya. Alangkah lebih baiknya jika bantuan diwujudkan dalam
pemberian pendidikan dan pelatihan, pembekalan, kursus dan lain-lain.
Penulis
meyakini pihak pesantren tentu sudah punya pakar-pakar yang memikirkan
bagaimana upaya untuk ikut mensejahterakan masyarakat sekitar. Apalagi, di
dalam pesantren banyak orang-orang ahli agama seperti kyai dan ustad/ustadah.
Mereka sebagai orang-orang yang paham akan agama tentunya akan memperhatikan
masyarakatnya. Seperti yang diajarkan Rasulullah Saw yang selalu memikirkan
umatnya.
Berbagai
upaya yang dapat ditempuh misalnya saja memberdayakan warga untuk terlibat
dalam berbagai aktivitas pemenuhan kebutuhan santri. Sebagai contoh, ibu-ibu
yang hanya murni ibu rumah tangga dan dalam kondisi belum mapan diajak untuk
membuat aneka camilan, kue atau minuman seperti sari kedelai, sari kacang hijau
dan lain-lain. Makanan atau minuman itu bisa dijual di lingkungan pesantren.
Pesantren
juga bisa mempekerjakan orang-orang di sekitar lingkungannya sesuai dengan
kemampuan dan keahlian mereka. Misalnya saja di bagian kebersihan, tukang, laundry
dan memasak. Pihak pesantren dapat memanfaatkan hasil dari produk-produk warga
sekitar. Alangkah naifnya jika di dekat pesantren ada mebeler tapi ternyata
pesantren membeli dari tempat jauh untuk pemenuhan meja, kursi dan almari.
Pesantren
yang sudah memiliki akses luas dapat memberikan kursus atau pelatihan bagi
warga bagaimana mereka dapat memasarkan produk-produk lewat online. Tidak
menutup kemungkinan pesantren juga ikut memasarkan apa yang menjadi produk andalan
di lokasi tempat mereka berada. Dalam hal ini, pesantren dapat melibatkan
santri-santri yang dalam masa pengabdian untuk melakukan pengabdian kepada
masyarakat.
Apabila
warga sekitar pesantren sudah dalam kondisi sejahtera atau lebih mapan maka jangkauan
dapat diperluas. Antara pesantren dan masyarakat ada hubungan timbal balik yang
saling menguntungkan.
Di
samping upaya-upaya tersebut di atas, bisa saja momentum Hari Santri digunakan
untuk Gerakan Kebangkitan Ekonomi Umat. Bagaimana pesantren membuat
gebrakan-gebrakan nyata agar kesejahteraan bisa lebih merata di Indonesia.
Misalnya mendesak agar tidak ada sistem riba di Indonesia yang nyata-nyata di
larang dalam agama Islam.Umat Islam di negeri ini adalah mayoritas. Di antara
mereka yang ahli agama sudah tahu bahwa riba itu hukumnya haram.
Perlu
keberanian untuk terus menyuarakan penghapusan riba yang justru akan terus
menjatuhkan bangsa ini. Keuangan yang berbungkus riba dari luar manis tapi
ternyata ujung-ujungnya bisa mencekik. Apalagi bagi kaum marhaen.
Penulis
mengakui bukan perkara mudah untuk menghapus riba. Bakal ada pertentangan dari
pihak-pihak tertentu yang tidak suka jika riba dihapus. Namun, apabila ada
komitmen kuat, desakan terus menerus dan dukungan dari berbagai pihak, tidak
menutup kemungkinan riba tidak ada di Indonesia. Jika riba terus dibiarkan
tumbuh subur maka yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin
miskin.
Selain
dalam hal perekonomian tentunya tidak diabaikan penyampaian pendidikan agama
kepada masyarakat sebagai bekal utama agar menjadi insan yang taat beribadah,
memiliki hubungan yang baik dengan Sang Pencipta, dengan sesama manusia dan
dengan lingkungan sekitar.
Mudah-mudahan
peringatan Hari Santri tidak hanya diisi seremonial,
hiruk pikuk santri berkumpul dan melakukan acara tertentu. Tidak keliru atau
tidak salah jika ada peringatan tertentu sebab bisa jadi itu sebagai ucapan
rasa syukur. Namun akan lebih baik dari itu, memberikan aksi yang lebih nyata
dan bermanfaat.
Semoga
dengan momentum Hari Santri akan terus memompa semangat memaksimalkan peran
pesantren untuk kesejahteraan kaum marhaen khususnya dan masyarakat Indonesia
secara keseluruhan. Selamat Hari Santri Nasional. Semoga kehadiran
santri-santri di Indonesia semakin membawa banyak perubahan ke arah lebih baik.
(Nadhiroh, Alumnus Prodi Magister Ilmu Komunikasi UNS, dosen tamu di KPI FDK UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Komentar
Posting Komentar